Presiden Mohammad Mursi Menghadapi Nasionalis
Sekuler
Jakarta (voa-islam.com) Mohammad
Mursi, isterinya, dan lima anaknya hafal Qur'an. Dia tokoh puncak dalam Jamaah
Ikhwanul Muslimin. Pernah sekolah di Amerika dan mendapatkan gelar Phd dibidang
science, dan pernah pula bekerja di NASA.
Kemudian, pulang ke Mesir,
dan menjadi dosen di Universitas Zagazig. Mursi menjadi anggota parlemen, dan
kemudian diangkat menjadi Ketua FJP (Partai Kebebasan dan Keadilan), yang
menjadi sayap politik Jamaah Ikhwanul Muslimin. Sekarang Mursi menjadi simbol
dikalangan Islamis Mesir, yang berhasil merengkuh kekuasaan.
Ketika, Khairat al-Shater,
yang juga tokoh Jamaah Ikhwanul Muslimin, dan menjadi Wakil Mursyid Aam Jamaah
Ikhwan, gagal menjadi calon presiden Mesir, karena dibatalkan oleh KPU Mesir,
maka Jamaah Ikhwanul Muslimin, mengajukan calon penggantinya Mohammad Mursi.
Mursi yang merupakan tokoh
Ikhwan itu, bertarung dengan tokoh-tokoh nasionalis-sekuler, yang ikut dalam
pertarungan pemilihan presiden, termasuk orang kepercayaan Hosni Mubarak, yaitu
Marsekal Ahmed Shafiq.
Ketika berlangsung
pertarungan perebutan jabatan presiden, rakyat Mesir terbelah, sebagian
mendukung Mursi, dan sebagian mendukung Marsekal Ahmed Shafiq. Tetapi, kalangan
Islamis mayoritas memberikan dukungan kepada Mohammad Mursi. Meskipun, dukungan
suara antara Mursi dan Ahmad Shafiq, relatif tipis.
Dilhat dari sini,
sesungguhnya betapa masih kuatnya pengaruhnya pengikut Hosni Mubarak dalam
kehidupan politik di Mesir. Para pemimpin NDP (National Democratic Party), yang
menjadi partainya Hosni Mubarak, masih memiliki akar di masyarakat Mesir,
karena Mubarak berkuasa lebih tiga puluh tahun.
Sekarang di Mesir terjadi
kristalisasi antara kekuatan kafir dan mukmin. Antara kekuatan
nasionalis-sekuler dengan kalangan Islamis. Kalangan nasionalis-sekuler yang
kalah dalam pemilihan parlemen dan presiden, dan sekarang ingin menghambat
pembaharuan yang dilakukan Mursi, yang ingin mempercepat perubahan di Mesir,
dan dihambat oleh sisa-sisa rejim Mubarak, yang bercokol di lembagar peradilan
negara, termasuk Mahkamah Agung.
Tetapi, pengaruh dakwah
dari kalangan Islamis, jauh lebih mengakar dikalangan rakyat Mesir. Mereka
menyatu dengan kehidupan masyarakat secara luas. Kalangan Islamis, jauh lebih
kuat, serta memiliki akar yang dalam pada kehidupan rakyat Mesir.
Kelompok-kelompok Gerakan Islam atau kalangan Islamis, berhasil mengubah secara
mendasar tata cara hidup rakyat Mesir, dan menjadikan Islam sebagai sistem
hidup mereka.
Gerakan Islam atau kalangan
Islamis telah hidup bersama dengan rakyat, dan membantu rakyat kecil dengan
tulus. Mereka membantu para petani. Mereka membantu rakyat miskin, dan
mengadvokasi kepentingan rakyat, saat menghadapi kekuasaan yang sangat
menindas. Mereka memberikan penyuluhan diberbagai bidang termasuk
kesehatan.Mereka membantu orang-orang fakir miskin di pedesaan.
Kalangan Islamis telah
masuk ke berbagai lembaga profesi di Mesir. Melalui lembaga profesi itu,
mereka membentuk berbagai assosiasi, dan membantu rakyat secara luas. Seperti
Jamaah Ikhwanul Muslimin memiliki berbagai organisasi profesi di Mesir. Bahkan,
di Mesir perguruan-perguruan tinggi, di negeri Spinx itu, organisasi
mahasiswanya telah berada di kalangan aktivis Islamis.
Kemenangan Jamaah Ikwan dan
Salafi yang menguasai lebih 70 persen suara di parlemen, dan ditambah
partai-partai lebih kecil, jumlah kalangan Islamis di parlemen itu,
hampir mencapai 80 persen. Kalangan Nasionalis-Sekuler hanya kurang dari 20
persen total mereka diparlemen.
Kalangan Islamis yang
menguasai 80 persen suara di parlemen Mesir, itu berusaha dengan sangat keras,
berusaha mengubah konstitusi Mesir, dan memasukkan klausul 176, ayat II, yang
menjadikan syariah Islam, sebagai sumber hukum tertinggi di Mesir. Sehingga,
kalangan Islamis mempunyai dasar hukum dalam usahanya menegakkan syariah Islam
di Mesir, yang tidak diwujudkan oleh negara. Disinilah letak terjadinya
pertarungan dan perang antara kaum Islamis dengan nasionalis-sekuler.
Kalangan Islamis itu,
sepanjang sejarah Mesir, selalu mereka berhadap-hadapan dengan penguasa Mesir,
yang berpaham nasionalis-sekuler. Sepanjang sejarah, kalangan Islamis terus
berperang dengan para penguasa nasionalis sekuler, yang menjadi alat dan bagian
dari para penjajah. Kalangan nasionalis sekuler, mereka itu hanya alat dari
kepentingan Israel dan Amerika Serikat. Mereka tidak pernah berpihak kepada
kepentingna rakyat Mesir.
Sekarang Mursi yang menjadi
lambang kalangan Islamis dalam supremasi kekuasaan di Mesir, berusaha dengan
sangat keras, segera mengubah seluruh aturan dan hukum, serta berbagai
penyimpangan yang menjadi warisan rejim lama, dan telah membuat bangkrut Mesir,
baik dari segi politik dan ekonomi.
Sebaliknya, kalangan
nasionalis-sekuler hanyalah menjadi bagian subordinasi dari kekuasaan asing,
mereka ini terdiri dari militer dan sipil, yang menjadi wakil kepentingan
Zionis-Israel dan Amerika Serikat.
Karena itu, orang-orang
seperti Raja Farouk, Jendral Najib, Jenderal Gamal Abdul Nasser, Marsekal Anwar
Sadat, dan Marsekal Hosni Mubarak, mereka ini hanyalah pelayan bagi
kepentingan Israel dan Barat, yang mendapatkan dukungna massa dari kelangan
nasionalis sekuler.
Gerakan dari kalangan
nasionalis sekuler sekarang di pimpin Mohammad el-Baradei, yang lama tinggal di
Barat, dan menjadi Direktur IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional), Sabhi
(tokoh Sosialis dan Nasserir), Amri Mousa (mantan menteri luar negeri), dan
sejumlah tokoh lainnya, yang berusaha menggagalkan Mursi yang mewakili dari
kalangan Islamis, yang sekarang berkuasa.
Sesudah Mursi berkuasa
mereka takut akan kehilangan pengaruhnya, dan menjadi kelompok marginal di
Mesir. Sekarang mereka bersatu padu melawan pemerintahan Islami di bawah Mursi.
Mereka kalangan nasionalis-sekuler menggerakan kekuatannya yang menguasai
lapangan Tahrir Square, dan ingin menjatuhkan pemerintahan Mursi. Karena mereka
takut tegaknya prinsip-prinsip Islam di Mesir.
Menghadapi tantangan
kalangan nasionalis-sekuler itu, Presiden Mohamed Morsy berbicara di
hadapan ratusan ribu pendukungnya di luar istana presiden, sembari
mengatakan, "Jangan khawatir," katanya."Mari kita bergerak
bersama ke fase baru", tambah Mursi.
Mesir sudah pernah dipimpin para tokoh nasionalis-sekuler dan negeri itu menjadi "jembel", dan "peminta-minta sedekah" dari Amerika. Sekarang berusaha ingin bebas, dan tidak tergantung dengan negara manapun, dan bisa menjalankan politik luar negeri Mesir, yang tidak tergantung oleh negara manapun.
Mesir sudah pernah dipimpin para tokoh nasionalis-sekuler dan negeri itu menjadi "jembel", dan "peminta-minta sedekah" dari Amerika. Sekarang berusaha ingin bebas, dan tidak tergantung dengan negara manapun, dan bisa menjalankan politik luar negeri Mesir, yang tidak tergantung oleh negara manapun.
Mursi telah berperan secara
regional, seperti mengatasi agresi militer Zionis-Israel terhadap rakyat Gaza.
Semuanya itu berkat dari usaha-usaha yang sangat gigih dan komitmen yang tinggi
dari pemimpin Mesir, Mohammad Mursi.
Sekarang Mursi menghadapi
tantangan dari kalangan nasionalis-sekuler yang tidak suka terhadap Islam.
Mereka dengan dalih kebebasan ingin mengakhiri pemerintahan Mursi, yang
dianggap akan menghilangkan kebebasan. Wallahu'alam.